Prodi Arkeologi UNJA Tuan Rumah PIAMI XVIII

Kegiatan PIAMI XVIII secara daring (Dok. Panitia)

 

Meskipun sangat penting, arkeologi merupakan salah satu program studi “langka” di Indonesia. Sebutan ini lahir dari sedikitnya universitas yang membuka dan menawarkan program studi ini. Hingga kini, hanya ada enam universitas di Indonesia yang membuka program studi arkeologi di Indonesia yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Udayana. Universitas Hasanuddin, Universitas Haluoleo, dan Universitas Jambi.

Sedikit secara kuantitatif bukan berarti tidak berkualitas. Para mahasiswa arkeologi di seluruh Indonesia saling terhubung satu sama lain melalui organisasi kemahasiswaan. Mereka kerap berkumpul membangun jaringan kekeluargaan melalui pertemuan non-ilmiah maupun ilmiah. Salah satunya adalah “Pertemuan Ilmiah Arkeologi Mahasiswa Indonesia” disingkat PIAMI.

Di awal tahun 2022 ini, kegiatan PIAMI memasuki pertemuan yang ke-18 kalinya. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 2 hingga 4 Januari. Hal yang sangat membanggakan bahwa prodi arkeologi UNJA yang baru seumur jagung ini ditunjuk sebagai tuan rumahnya.

Ada yang menarik pada PIAMI tahun ini. Mengingat kondisi pandemi covid-19 yang masih berlangsung, PIAMI dilaksanakan secara daring. Kegiatan ini diisi oleh serangkaian acara yaitu kuliah umum, diskusi ilmiah, dan presentasi artikel oleh mahasiwa dari kampus-kampus arkeologi di Indonesia.

Acara kuliah umum mengangkat topik tentang percandian Muarajambi. Dengan pematerinya antara lain Ari Mukti Wardoyo Adi M.A. dosen prodi Arkeologi UNJA yang mengangkat judul tentang Kepurbakalaan Cagar Budaya Muarajambi. Dilanjutkan oleh Dr. Retno Purwanti, peneliti dari BALAR Sumatera Selatan yang mengangkat judul Hasil-Hasil Penelitian di Kawasan Cagar Budaya Muara Jambi. Dan oleh A. Hafidz, ketua HIPMI Jambi yang membahas tentang pemanfaatan jaringan sungai untuk kegiatan pendidikan dan ekonomi masyarakat.

Pemaparan materi oleh Ari Mukti Wardoyo M.A. dalam acara kuliah umum (Dok. Panitia)

Acara diskusi juga mengangkat isu menarik tentang Muarajambi yakni Banjir Musiman dan Jaringan Perairan Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Pembicara di dalam kegiatan ini adalah Wakil Dekan FKIP bidang kemahasiswaan, Ketua Prodi Arkeologi Unja, Peneliti Balar Sumsel, Dosen arkeologi Unja, Ketua HIPMI, dan ketua jurusan SESA di FKIP Unja.

Acara puncak dari PIAMI ke-18 adalah pemaparan artikel ilmiah oleh mahasiswa dari masing-masing kampus arkeologi di Indonesia. Perwakilan Universitas Gadjah Mada memaparkan materi tentang Konsep Panthelix Pengoptimalan Drainase untuk Penanganan Banjir dengan objek kajian di Situs Keraton Kaibon. Perwakilan dari Universitas Indonesia memaparkan materi tentang Lanskap Air di Batavia pada abad ke-17 hingga ke-20. Mereka membahas bahwa pembangunan jaringan kanal di Batavia adalah bentuk adaptasi lingkungan terutama dalam mengatasi masalah banjir.

Presentasi materi oleh mahasiswa arkeologi dari Universitas Gadjah Mada (Dok. panitia)

Perwakilan dari Universitas Udayana memaparkan materi tentang pengelolaan sumber daya air dan mitigasi bencana dengan objek Pura Goa Gajah di Bali. Sementara itu, perwakilan dari Universitas Jambi menyampaikan materi tentang adaptasi masyarakat kini yang hidup di sekitar kawasan Muarajambi dalam menghadapi banjir musiman dan sistem perairan.

Pemaparan materi dari mahasiswa arkeologi Unja (Dok. panitia)